- Hukum Jual Beli Kredit dalam Islam dan Syarat-Syaratnya
- Hukum Jual Beli di Masjid
- Hukum Menempelkan Iklan di Masjid
- Syarat Pelaku Akad Jual Beli
- Suka sama Suka, Syarat Sah Akad Transaksi
- Pembagian Akad dalam Islam Berdasarkan Konsekuensi Hukumnya (Bag 2)
- Pembagian Akad dalam Islam Berdasarkan Tujuan (bag 1)
- 8 Alasan Diharamkannya Suatu Akad
- Mengapa Suatu Perniagaan DiHaramkan?! (Part 2)
- Mengapa Suatu Perniagaan DiHaramkan?! (Part 1)
Syarat Pelaku Akad Jual Beli
Pengertian Akad Jual Beli dan Konsekuensinya
Akad jual beli adalah suatu perjanjian atau kontrak antara penjual dan pembeli yang memiliki efek hukum, yaitu pemindahan kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli. Konsekuensi dari akad ini mencakup:
- Pemindahan Kepemilikan: Barang yang dijual berpindah kepemilikan dari penjual ke pembeli.
- Kewajiban Pembayaran: Pembeli wajib melakukan pembayaran atas barang yang dibeli.
- Kontrak Sewa Menyewa: Menyerahkan barang untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu oleh penyewa. Penyewa wajib membayar uang sewa.
Syarat Pelaku Akad Jual Beli
1). Kecakapan Hukum dalam Transaksi
Untuk memenuhi syarat sahnya akad, lawan transaksi harus cakap hukum (الراشد atau البالغ), yaitu:
- Baligh: Telah mencapai usia dewasa.
- Rasyid: Memiliki akal sehat dan kemampuan mengelola harta.
Dalilnya adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa: 5:
"Dan janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berikanlah kepada mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisa: 5)
Anak-anak yatim yang belum baligh dan belum cakap hukum tidak boleh diberikan harta mereka untuk dikelola sendiri.
Ujian Kecakapan Hukum
Sebelum menyerahkan harta kepada anak yatim yang telah baligh, dilakukan ujian untuk memastikan kecakapan mereka dalam mengelola harta.
Dalilnya adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa: 6:
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cakap (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (QS. An-Nisa: 6)
Kondisi Tidak Cakap Hukum (Pailit)
Seseorang yang dipailitkan karena utang yang lebih besar dari aset yang dimiliki, maka tidak boleh melakukan transaksi kecuali untuk kebutuhan primer.
Dalil terkait kondisi ini adalah prinsip umum dalam syariah tentang menghindari tindakan yang merugikan orang lain. Seseorang yang dipailitkan tidak boleh melakukan tindakan yang dapat membahayakan hak-hak kreditur. Ini dikenal sebagai المحجور لحق الغير (mahjur li haq al-ghair).
Untuk memastikan kecakapan anak yatim dalam mengelola harta, diperlukan beberapa ujian yang dapat menilai kemampuan mereka. Berikut adalah beberapa metode ujian yang dapat diterapkan:
1. Ujian Praktis dalam Pengelolaan Harta
Anak yatim dapat diberikan tanggung jawab untuk mengelola sejumlah kecil harta atau aset dalam jangka waktu tertentu. Mereka harus menunjukkan kemampuan dalam:
- Membelanjakan harta dengan bijak.
- Melakukan transaksi jual beli secara mandiri.
- Mengatur pengeluaran dan pemasukan dengan baik.
- Menjaga dan merawat harta yang dimiliki.
2. Pengawasan dan Evaluasi
Selama periode ujian, pengasuh atau wali harus mengawasi dan mengevaluasi kinerja anak yatim. Hal ini mencakup:
- Memantau bagaimana mereka mengambil keputusan finansial.
- Melihat apakah mereka mampu merencanakan anggaran dengan baik.
- Menilai kemampuan mereka dalam menabung dan menginvestasikan harta.
3. Simulasi Transaksi
Melakukan simulasi transaksi dapat membantu menilai pemahaman anak yatim tentang proses jual beli dan pengelolaan harta. Ini bisa melibatkan:
- Simulasi jual beli barang sehari-hari.
- Latihan membuat keputusan investasi sederhana.
- Mengatur dan menyusun laporan keuangan sederhana.
4. Pemberian Tanggung Jawab Bertahap
Memberikan tanggung jawab secara bertahap bisa membantu menilai perkembangan kecakapan mereka. Tahapannya bisa meliputi:
- Mulai dengan tanggung jawab yang sangat sederhana, seperti mengatur uang saku.
- Berlanjut ke tanggung jawab yang lebih kompleks, seperti mengelola sebagian dari warisan mereka.
5. Konsultasi dengan Ahli
Konsultasi dengan ahli ekonomi atau penasihat keuangan bisa menjadi cara tambahan untuk menilai kecakapan anak yatim. Ahli tersebut dapat memberikan pandangan objektif dan saran yang berguna.
6. Penilaian Moral dan Etika
Selain kemampuan teknis dalam mengelola harta, penilaian moral dan etika juga penting. Ini mencakup:
- Menilai integritas dan kejujuran mereka dalam mengelola harta.
- Memastikan bahwa mereka memahami prinsip-prinsip syariah dalam perniagaan.
Dalil Terkait Ujian Kecakapan
Firman Allah dalam QS. An-Nisa: 6 menyebutkan:
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cakap (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (QS. An-Nisa: 6)
Ayat ini menegaskan pentingnya menguji anak yatim untuk memastikan kecakapan mereka dalam mengelola harta sebelum menyerahkan harta warisan kepada mereka.
2) Pelaksanaan Persyaratan dalam Akad
Dalam jual beli atau transaksi lain, kedua belah pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan persyaratan selama tidak bertentangan dengan syariah. Persyaratan yang disepakati harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Dalil:
- Hadis: "Muslimin (orang-orang Islam) terikat dengan syarat-syarat mereka..." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
3). Hak Khiyar (Pilihan)
Setelah akad jual beli, kedua belah pihak memiliki hak khiyar (hak untuk memilih melanjutkan atau membatalkan akad) selama mereka belum berpisah dari tempat akad atau belum selesai mempertimbangkan keputusan.
Dalil:
- Hadis: "Penjual dan pembeli berhak khiyar (memilih) selama mereka belum berpisah dan mereka masih bersama..." (HR. Bukhari dan Muslim)