- Hukum Jual Beli Kredit dalam Islam dan Syarat-Syaratnya
- Hukum Jual Beli di Masjid
- Hukum Menempelkan Iklan di Masjid
- Syarat Pelaku Akad Jual Beli
- Suka sama Suka, Syarat Sah Akad Transaksi
- Pembagian Akad dalam Islam Berdasarkan Konsekuensi Hukumnya (Bag 2)
- Pembagian Akad dalam Islam Berdasarkan Tujuan (bag 1)
- 8 Alasan Diharamkannya Suatu Akad
- Mengapa Suatu Perniagaan DiHaramkan?! (Part 2)
- Mengapa Suatu Perniagaan DiHaramkan?! (Part 1)
Suka sama Suka, Syarat Sah Akad Transaksi
Dalam fiqih muamalah, penting untuk memahami bahwa setiap transaksi harus dilakukan dengan asas suka sama suka (تراض). Hal ini telah digariskan dalam Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai prinsip dasar ini beserta dalilnya:
Dalil dari Al-Qur'an
Allah SUBHANAHU WA TA’ALA berfirman dalam QS. An-Nisa: 29:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian."
Ayat ini menegaskan bahwa transaksi dalam bentuk apapun harus didasarkan pada asas suka sama suka. Penggunaan kata "تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ" (perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka) menunjukkan bahwa kerelaan antara kedua belah pihak adalah syarat utama dalam keabsahan suatu transaksi.
Dalil dari Hadits
Rasulullah SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM bersabda:
"إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ"
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka."
Hadits ini memperkuat prinsip yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa setiap akad atau transaksi harus didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak.
Aplikasi Prinsip Suka Sama Suka
- Tidak Ada Unsur Paksaan atau Tekanan: Transaksi yang dilakukan tanpa asas suka sama suka atau dengan adanya tekanan akan mempengaruhi keabsahan akad. Contoh:
- Rasa Sungkan: Misalnya, seorang penjual memanfaatkan kebaikan yang pernah diberikan kepada calon pembeli untuk membuatnya merasa berhutang budi dan akhirnya merasa terpaksa membeli. Ini tidak dibenarkan karena tidak memenuhi syarat kerelaan.
- Eksploitasi Gengsi: Contoh lain adalah seorang marketing yang mengeksploitasi rasa gengsi calon pembeli dengan menyebutkan status atau posisi sosial mereka, sehingga pembeli merasa malu atau gengsi jika tidak membeli. Ini juga tidak memenuhi syarat akad yang sah karena adanya keterpaksaan.
- Indikator Ketidaksukaan: Meskipun kerelaan adalah unsur yang abstrak dan ada di dalam hati, terdapat indikator-indikator yang dapat menunjukkan apakah seseorang benar-benar rela atau terpaksa dalam transaksi. Contoh:
- Wajah memerah karena malu
- Dahi berkerut karena ketidaknyamanan
Contoh keterpaksaan perilaku dalam transaksi:
1. Penjual Memaksa Pembeli
Eksploitasi Hubungan Pribadi: Seorang penjual mengingatkan pembeli tentang kebaikan yang pernah ia lakukan, misalnya:
- Contoh: "Ingat, dulu saya pernah membantu Anda ketika Anda kesulitan. Sekarang, saya harap Anda bisa membantu saya dengan membeli produk ini."
Di sini, pembeli merasa berhutang budi dan terpaksa membeli meskipun mungkin tidak benar-benar membutuhkannya atau tidak ingin membeli produk tersebut.
Manipulasi Emosi: Penjual menggunakan teknik yang membuat pembeli merasa bersalah atau tertekan secara emosional:
- Contoh: "Jika Anda tidak membeli dari saya, saya tidak tahu bagaimana saya bisa membayar biaya sekolah anak-anak saya."
Pembeli merasa tertekan oleh situasi emosional penjual dan akhirnya membeli barang tersebut karena merasa kasihan atau tidak enak hati.
2. Pembeli Memaksa Penjual
Ancaman atau Tekanan: Pembeli memberikan ancaman atau tekanan kepada penjual untuk menurunkan harga atau memberikan barang secara gratis:
- Contoh: "Jika Anda tidak memberikan diskon besar, saya akan memberikan ulasan buruk tentang bisnis Anda di media sosial."
Penjual merasa terpaksa untuk memberikan diskon besar atau menghadapi potensi kerugian reputasi, sehingga ia menyetujui transaksi dengan berat hati.
Eksploitasi Hubungan Kekuasaan: Pembeli menggunakan posisinya yang lebih kuat atau berkuasa untuk memaksa penjual melakukan sesuatu yang tidak diinginkan:
- Contoh: "Saya adalah pejabat tinggi di perusahaan ini. Jika Anda tidak memberikan saya harga khusus, saya akan memastikan bisnis Anda mengalami kesulitan di kemudian hari."
Penjual merasa terancam oleh posisi kekuasaan pembeli dan merasa tidak memiliki pilihan selain mengikuti permintaan tersebut.
3. Tekanan Sosial
Eksploitasi Status Sosial: Pembeli atau penjual menggunakan status sosial untuk mempengaruhi keputusan transaksi:
- Contoh: "Sebagai kepala desa, Anda seharusnya memberikan contoh dengan membeli produk lokal ini."
Kepala desa merasa terpaksa membeli produk tersebut demi menjaga citra atau reputasi di mata masyarakat, meskipun mungkin tidak ingin atau tidak membutuhkan produk itu.
Keterpaksaan perilaku terjadi ketika salah satu pihak menggunakan tekanan emosional, ancaman, atau manipulasi untuk memaksa pihak lain melakukan transaksi. Dalam Islam, transaksi yang dilakukan dengan cara ini tidak sah karena tidak memenuhi syarat kerelaan (تراض). Oleh karena itu, setiap transaksi harus dilakukan dengan penuh kebebasan dan kerelaan dari kedua belah pihak tanpa adanya paksaan atau tekanan.
Contoh mengenai jenis keterpaksaan yang tidak dipedulikan dalam hukum:
1. Keterpaksaan Karena Kondisi Ekonomi
Keterpaksaan yang disebabkan oleh situasi ekonomi yang mendesak tidak dianggap sebagai faktor yang membatalkan keabsahan transaksi. Hal ini karena kondisi tersebut muncul dari kebutuhan yang nyata dan bukan dari tekanan atau manipulasi pihak lain.
Contoh:
- Terpaksa Menjual Barang untuk Membayar Hutang: Seseorang menjual barang miliknya untuk melunasi hutang yang mendesak. Dalam situasi ini, meskipun penjual merasa terpaksa karena kebutuhan untuk melunasi hutang, transaksi tetap sah karena dorongan tersebut berasal dari kondisi ekonomi yang mendesak, bukan dari tekanan pihak lain.
- Menjual Aset untuk Biaya Sekolah Anak: Seorang ayah menjual tanahnya untuk membiayai pendidikan anaknya. Kondisi ini juga tidak membatalkan keabsahan transaksi karena paksaan berasal dari kebutuhan nyata yang harus dipenuhi.
2. Keterpaksaan Karena Kebutuhan Medis
Keterpaksaan yang timbul karena kebutuhan untuk membiayai pengobatan atau perawatan medis juga tidak dipertimbangkan sebagai faktor yang membatalkan transaksi.
Contoh:
- Menjual Barang untuk Biaya Pengobatan: Seorang keluarga terpaksa menjual mobil mereka untuk membayar biaya pengobatan anggota keluarga yang sakit. Transaksi ini sah karena kebutuhan mendesak untuk pengobatan, bukan karena tekanan dari pihak lain.
3. Keterpaksaan yang Biasa Terjadi dalam Kehidupan Sehari-hari
Ada keterpaksaan yang secara alami terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang tidak membatalkan keabsahan transaksi. Ini termasuk keterpaksaan yang bersifat ringan dan sering ditemui dalam konteks sehari-hari.
Contoh:
- Terpaksa Membeli Makanan Karena Lapar: Seseorang terpaksa membeli makanan karena lapar saat bepergian. Keterpaksaan ini tidak membatalkan transaksi karena merupakan kebutuhan alami yang harus dipenuhi.
4. Keterpaksaan yang Diterima Secara Sosial
Ada juga keterpaksaan yang diterima secara sosial atau budaya yang tidak membatalkan transaksi selama tidak ada eksploitasi atau manipulasi dari pihak lain.
Contoh:
- Menjual Barang pada Acara Amal: Seseorang mungkin merasa terpaksa membeli barang pada acara amal karena ingin berkontribusi pada tujuan amal tersebut. Selama tidak ada tekanan yang berlebihan dari panitia atau pihak lain, transaksi ini tetap sah.
Jenis keterpaksaan yang tidak dipedulikan dalam hukum Islam adalah keterpaksaan yang timbul dari kondisi ekonomi mendesak, kebutuhan medis, keterpaksaan alami dalam kehidupan sehari-hari, dan keterpaksaan yang diterima secara sosial. Keterpaksaan ini tidak membatalkan keabsahan transaksi karena dorongan atau kebutuhan tersebut datang dari situasi yang nyata dan bukan karena tekanan atau manipulasi dari pihak lain. Dalam semua kasus ini, transaksi tetap dianggap sah asalkan dilakukan dengan niat yang tulus dan tanpa adanya eksploitasi dari pihak lain.